"Harapan tinggal harapan"

Saya yakin begitu banyak masyarakat suku dayak yang mengharapkan kehidupan yang lebih baik dengan masuknya perkebunan kelapa sawit ke kalimantan. Namun, sayang semuanya tinggal kenangan dan bahkan mungkin tak akan pernah terwujudkan jika masyarakat suku dayak hanya berharap dan mengharapkan belas kasih. Melihat kenyataan yang ada di masyarakat saya sempat bertanya dalam hati apa yang seharusnya bisa saya berikan kepada masyarakat? Jujur saja, saya tidak dapat memberikan apa-apa kepada masyarakat, akan tetapi mungkin cara ini akan sangat membantu masyarakat khususnya dalam menyelesaikan masalah perkebunan kelapa sawit yang mereka miliki dengan sistem KKPA. Menurut saya KKPA tidak akan memberikan banyak keuntungan, jika masyarakat yang punya kebun kelapa sawit tidak mengecek hasil sawitnya sendiri dan meminta kejelasan kepada perusahaan mengenai harga per kg sawitnya. Harapannya tidak lain adalah untuk mengetahu berapa hasil yang mereka dapatkan dari hasil penjual sawit setiap bulannya dan untuk mengetahui kewajiban lain yang harus mereka bayar kepada perusahaan/pengelola dan kepada karyawan yang mengerjakan kebun kelapa sawit mereka. Dengan cara ini, saya yakin maka hasil yang diterima masyarakat dari kebun sawit akan mudah untuk diketahui dan apabila tidak sesuai dengan hasil yang mereka terima, maka masyarakat dapat mengajukan keberatkan kepada pihak perusahaan. Saya kawatir jika hal ini tidak segera ditanggulangi maka selamanya masyarakat yang mempunyai kebun sawit tinggal harapan dan pada akhirnya orang yang paling diuntungkan hanya pengusaha sedangkan masyarakat hanya sebagai korban. Adapun alasan mengapa saya mengatakan masyarakat hanya sebagai korban karena;
1. Lahan mereka digunakan sebagai perkebunan kelapa sawit, sementara mereka tidak mendapatkan hasil yang seopantasnya mereka terima
2. Selain mereka tidak mendapatkan seperti hal diatas, sewa tanah mereka tidak mendapatkan sewa yang sepantasnya dibayarkan oleh pengelola, sementara jika lahan perkebunan tsb mereka tanami dengan tanaman lain, misalnya cabe, atau ketela pohon paling tidak untuk makan atau menambah kebutuhan hidup sehari hari dapat terpenuhi
3. Mereka dapat menjaga tingkat kesuburan dan unsur-unsur hara didalam tanah, sehingga jika ada tanaman lain yang ingin mereka tanam, mereka tidak lagi perlu memupuknya atau membelikan pupuk yang harga perawatannya jauh lebih mahal jika mereka kelola secara alami, karena tanah di kalimantan sendiri sudah termasuk tanah subur.



Semoga tlisan ini dapat menjadi bahan repleksi bagi masyarakat suku dayak di kalimantan dan djadikan kajian dalam menyikapai isu akan adanya perlusaan perkebunan kelapa sawit di kalimantan. Berpikirlah akan hari yang yang akan datang dan akan nasib anak cucu mereka atau kita semua, jika tanah, ladang dan sawah kita sudah dimiliki orang lain, kemana lagi kita harus mencari tempat untuk hidup, karena jika harus pindah atau mengusi, tak akan ada tempat lagi buat kita apalagi ditambah denagan semakin banyaknya penduduk transmigrasi ke kalimantan dan semakain bertambahnya pertumbuhan penduduk setiap harinya.


Marginalisasi Dayak

Sebenarnya "pembangunan" itu tidaklah menjadi persoalan, seandainya orang Dayak sebagai penduduk asli memperoleh keuntungan karena imbas "pembangunan", baik secara sosio-ekonomi maupun kemajuan dari segi sosio-kultural. Persoalannya adalah setelah lebih 30 tahun eksploatasi bumi Kalimantan, orang Dayak jangankan memperoleh keuntungan sosio-ekonomi, bahkan seperti diungkap para peneliti etnis Dayak =96 mengalami degradasi kehidupan sosio-kultural karena persentuhan dengan "dunia luar" tersebut, sehingga juga berakibat bagi memudarnya identitas kultural orang Dayak.

Orang Dayak, sebagai penduduk asli bumi Kalimantan, terpuruk, termarginalisasi. Dan ini terjadi secara sistematis. Seperti yang dialami orang Irian, orang Timor, orang Aceh, dan sebagainya, maka penanaman modal di bumi Kalimantan dimuluskan denga n prakondisi pasifikasi, yaitu terjadinya proses akulturasi budaya melalui penyeragaman birokrasi yang diinginkan pemerintah pusat. Penyeragaman birokrasi ini, bagi rezim Orba, menjadi penting karena dapat memuluskan kolaborasi investor asing dengan birok rat setempat dengan memininimalisasi kemungkinan protes atas keserakahan pemodal yang menghabiskan kekayaan alam bumi Kalimantan.

Protes sebagai sarana kontrol sosial adalah dimungkinkan, karena orang Dayak memiliki lembaga-lembaga adat yang memungkinkan untuk itu, seperti pada suku Dayak Ngaju Kalimantan Tengah yang memiliki lembaga adat kademangan yang bersifat kolateral, di mana model pemerintahan lokal demikian memungkinkan orang Dayak untuk saling bergantung, saling mengawasi dalam metode pembagian kekuasaan yang demokratis. Sistem yang demokratis dari lembaga informal ini menjadi rusak ketika institusi kademangan dan ketua ada t setempat dileburkan ke dalam penyeragaman struktur pemerintahan daerah model pemerintah pusat.

Tujuannya seperti disebutkan di atas untuk mengontrol aspirasi lokal dalam grand-design pendekatan keamanan (security approach). Terhadap kondisi yang dem ikian seorang pendeta Protestan Dayak berujar: "Tanpa pendekatan keamanan, Tanah Dayak sejakdulu pun sudah aman" (Dr JJ Kusni, Dayak Membangun=85,1994: 156). Memang orang Dayak bukan hanya termarginalisasi secara sosio-ekonomi, sosio-politik, dan sosio-kultural, bahkan juga terefleksikan dalam stereotip citra suku. Di Jawa misalnya, dalam permainan anak-anak di pedesaan, ada istilah "ndayak-ndayakan" di mana digambarkan seorang Dayak hitam legam, bertaring, berambut panjang, bercawat, dengan sosok menyeramkan, serta memakan daging mentah dan daging orang.


Puisi Untuk Sang Pembahagia
Tuhan........
Masih adakah maaf untukku
Ketika aku tak setia dan patuh pada janjiku
Masih adakah bahagia untukku
Ketika hatiku berkecamuk

Apakah hanya sedih dan penyesalan
Yang harus kuhirup dari pedihnya kehidupan
Tidak ada lagikah tempat buatku
Mencurahkan kasih sayang
Dalam hidup yang aku inginkan

Tuhan.......
Tidakkah ada maaf dari-Mu
Jika aku ingin hidup bahagia dan kembangkan talenta yang aku miliki
Atau inikah akhir dan awal dari kisah hidupku
Dan mungkin ini yang mestinya harus Engkau berikan untukku

Oh Tuhan.....
Maafkan aku
Bila mungkin ini lancang dan membuat-Mu gaduh
Akan tetapi hati dan batinku tersiksa
Bila tidak segera mungkin kau tolong aku

Lewat puisi atau mungkin syair indah ini
Hatiku dan tawaku tercurah
Juga gundah dan tawaku Engkau dengar
Karena bagiku senang tidaklah cukup
Bila tidak ada bahagia yang aku dapatkan
Dari kasih sayang yang aku inginkan
Juga dari-Mu yang menuntun dan penguasa bagi hidupku
Untuk itu ijinkan aku
Dapatkan maaf dan segala rahmat dari-Mu
sehingga dapat aku kembangkan
Talenta yang Engkau berikan

Ket: dilarang keras mengutip puisi ini, karena lebih dari segala arti dan hanya untuk sang pembagia sejati

Tidak ada komentar: