KEBERAGAMAN SUKU DAYAK (DAYAK BERIAM) DI KALIMANTAN BARAT
ADAT MENYAPAT TAHUN DAYAK BERIAM
Zaman Perjuangan Suku Dayak
Tujuan dan Tahapan Upacara Adat Naik Dango (Dayak Kanayatn)
RESPON BUDAYA LOKAL
Saya rasa sudah saatnya kita semua bertanya pada diri kita dan melihat fakta yang ada, karena jika tidak maka bukan tidak mungkin budaya lokal tidak akan pernah diperhatikan, karena kenyataan ada didepan mata kita bahwa kita (orang Dayak) memang “tidak diperhatikan”, baik dari aspek pendidikan, sosbud, politik, ekonomi dan kesejahtraan maupun dari berbagai aspek kehidupan lainnya. Lingkungan disekitar kita diobrak-abrik dan dihancurkan begitu saja, tanpa pernah mereka sadari bahwa disitu ada kita (orang Dayak), tanpa pernah mereka berpikir kalau kita juga manusia yang harus diperhatikan sama seperti yang lainnya, namun sudahkah kita “diperhatikan”? Saya katakan sesunguhnya kita “tidak pernah diperhatikan” karena ada begitu banyak anak-anak Dayak yang tidak dapat melanjutkan sekolah bahkan menginjak dan merasakan pendidikan di sekolah dasar apalagi untuk mengenyam pendidikan di bangku sekolah menengah atau mungkin perguruan tinggi dan begitu banyak Mahasiswa/i Dayak yang ingin melajutkan pendidikan, tetapi harus gagal ditengah jalan karena keterbatasan biaya disamping faktor lainnya.
Mungkin kita harus melihat dan menghitung kembali seberapa banyak sekolah (SD, SLTP, SMA) yang berdiri tegak di Kampung kita, kita perlu menghitung dan melihat kembali bagaimana kita harus berjuang untuk sekolah, dan berjuang merasakan bangku sekolah, kita harus melihat kembali berapa banyak tenaga pengajar/pendidik orang kita dan kita juga perlu melihat kembali bagaimana kita diperlakukan ditanah kelahiran kita sendiri. Sudahkah kita diberi kesempatan yang sama atau mungkin sudahkah kita dapat merasakan bangku sekolah dengan nyaman dan berkualitas, tidak melewati jalanan yang berlumpur dan berlobang, tidak melewati jalanan yang tidak beraspal dan berdebu? Jawabnya adalah Tidak, Masih banyak “penderitaan” yang kita rasakan yang seharusnya tidak lagi kita rasakan diera serba modern ini, tetapi apa, kenyataannya kita tidak pernah diberikan kesempatan untuk itu, karena kita sengaja dibiarkan merasakan semua penderitaan itu. Bagi para pembaca atau yang kebetulan membaca tulisan ini, anda boleh melihat sendiri faktanya, berjalanlah ke perkampungan dan desa-desa atau kecamatan di kampung-kampung orang Dayak, lihatlah dan saksikanlah maka anda akan dapat melihat di sana tidak ada Sekolah Dasar, Puskesmas, Sarana-Prasarana Transportasi yang memadai, Jalanan beraspal, Pelayanan Public, Penerangan dan banyak lagi lainnya. Lihatlah karena dengan demikian anda akan tahu betapa tidak ada “perhatian” buat orang Dayak.
PENANGKAPAN PERWAIKILAN PETANI SAWIT DI KEC.MANIS MATA-KALBAR
Sungguh sangat memprihatinknan nasib yang dialami beberapa orang perwakilan petani sawit di kecamatan Manis mata, Kalbar karena hanya gara-gara ingin memperjuangkan nasib para petani sawit tersebut, mereka harus berurusan dengan anggota Polsek Manis mata, kabupaten Ketapang-Kalbar. Mencuatnya permasalahan jual-beli kavlingan sawit di kecamatan Manis mata, Kabupaten ketapang-Kalbar, sebenarnya bukan merupakan masalah baru.
PANEMBAHAN ATUK KAYA
BY : MARTE
Atuk Kaya'k (Atuk Bunsu) adalah seorang panembahan dari suku dayak yang pernah menjadi raja di eranya. Beliau (Atuk Kaya'k) meninggal dunia dalam perantauan karena ingin menghindarkan anak-cucunya dari kejaran LANUN (penjahat besar). Menurut seorang tokoh dayak yang kebetulan bercerita kepada saya waktu di Yogyakarta, panembahan Atuk Kayak merupakan orang yang sangat bijaksana dan berani. Selain itu ia juga seorang pemberani, namun karena alasan ingin menyelamatkan anak-cucunya, pada saat Lanun memasuki daerahnya ia melarikan diri (keluar) dari wilayah kekuasaannya. Ia khawatir kalau ia (Atuk Kaya'k) tetap bertahan di wilayahnya, anak-cucunya akan dibunuh oleh Lanun.
Tanpa pikir panjang, Atuk kaya'k mengasingkan diri dari kejaran lanun. Ia bermaksud setelah ia menemukan tempat tinggal bagi anak-cucunya ia akan kembali ke daerah yang ia kuasai. Namun, malang sebelum ia bisa kembali ke daerah kekuasaannya ia sakit dan meninggal dunia dalam perjalanan sehingga cita-citanya utuk mengusir lanun (Penjahat/perampok) di wilayah kekuasaannya tidak berhasil dilakukannya.
Oleh keturunan Panembahan Atuk kaya'k (Maurum), karena cita-cita kakeknya tidak bisa diwujudkannya dan menghindari kejaran Lanun, maka gelar kebangsawan Atuk Kayak di sembunyikan alias tidak di pakai. Beliau (Maurum) berpendapat, dengan tidak di pakainya gelar kebangsawanan dari kakeknya (Atuk Kaya'k) maka anak cucu dan keturunan dari panembahan atuk kayak dapat terhindar dari pengejaran oleh kelompok lanun.
KESENIAN BEKULINANG ALA DAYAK BERIAM
Bekulinang
Oleh : Marterinus, SH
Kuliang adalah alat musik tradisional yang berasal dari suku dayak beriam. Alat musik kulinang umumnya terbuat dari logam/kuningan. Selain dari logam/kuningan, alat musik kulinang juga bisa di buat dari bilah kayu yang di bentuk sedemikian rupa sehingga bunyinya bisa menyerupai alat musik kulinang yang terbuat dari logam/kuningan. Alat musik kulinang biasanya di mainkan oleh satu orang dengan cara di pukul.
Umumnya, alat musik kulinang dimainkan pada upacara/ritual-ritual adat dan kawinan/pernikahan. Bunyi yang dihasilkan alat musik ini jenisnya bermacam-macam, biasanya ditentukan berdasarkan upacara yang sedang dilaksanakan pada saat itu. Orang yang bisa memainkan alat musik ini disebut pekulinang, sedangkan istilah bekulinang digunakan untuk sebutan orang yang diminta untuk memainkan alat musik kulinang.
Alat musik kulinang yang terbuat dari logam/kuningan biasanya disebut dengan kulinang, sedangkan alat musik kulinang yang terbuat dari bilah kayu disebut dengan gambang. Jenis kayu yang digunakan untuk memukul alat musik kulinang biasanya terbuat dari kayu yang berkontur lembut seperti kayu kampul, bisa kayu madang, pulai, jelutung dan beberapa jenis kayu lainnya yang tergolong dalam jenis/species kayu kampul (kampul; bahasa dayak beriam).
Nb : boleh di copy paste, tapi tdk boleh diperdagangkan atau diperjual belikan demi meraup keuntungan (bisnis) tanpa se-izin dari penulis, terima kasih. Untuk konfirmasi, silahkan kirimkan e-mail ke: strongman_mart@yahoo.com
MENGENAL ADAT BERAYAH DAYAK BERIAM
Ritual berayah/bebalian merupakan sebuah ritual yang dilakukan oleh suku dayak beriam untuk mengobati orang sakit. Tujuan dariritual berayah sendiri adalah untuk menyembuhkan orang yang sakit dari berbagai gangguan penyakiit, baik penyakit yg disebabkan oleh alam/kekuatan magis maupun sakit yang ditimbulkan akibat pengaruh lain, misalnya guna-guna/santet yang sengaja dikirimkan oleh orang lain yang bermaksud menyakiti korbannya.
Menurut kepercayaan dayak beriam, belian dalam hal ini dipercaya dapat menyembuhkan orang yang sakit karena menurut kepercayaan mereka belian/dukun dianggap memiliki kemampuan untuk menemukan sumber penyakit yang menyebabkan orang tersebut sakit serta dapat membawa pulang semangat orang yang sakit tersebut. Menurut kepercayaan mereka (dayak beriam) belian dapat melakukan perjalanan sampai kedunia orang mati yang biasa disebut subayan (surga).
Untuk bisa melakukan perjalanan ke subayan tersebut, bisanya seorang belian cukup ditemani bunyi-bunyian yang seperti suara gandang (gendang), ketabung (gendang kecil) dan tetawak yang memiliki cirri khas bunyi tersendiri. Seorang belian dapat dianggap pendani (pandai) jika belian tersebut memiliki kemampuan untuk menyembuhkan berbagai penyakit dan memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan roh para leluhur yang sudah meninggal bahkan dengan roh halus. Belian yang demikian biasanya meskipun tidak sedang menjalankan ritual berayah/bebelian, ia dapat melihat roh-roh halus dan roh para leluhur.
Semakin seorang belian dianggap pendani maka semakin sering juga belian tersebut dipanggil untuk mengobati warga yang sakit bahkan sampai kebeberapa kampung atau kabupaten di daerahnya. Selain bahan-bahan ritual yg telah disebutkan di atas, untuk bisa mengadakan ritual berayah, keluarga korban yang sakit juga biasanya menyiapkan tampung tawar, tuak, beras ketan dan beras biasa, besi/parang dan lainnya. Sedangkan untuk mengundang belian sendiri biasanya mereka mengirimkan cupak baras (semacam tempat penyimpanan barang yang terbuat dari anyaman isi bambu/kinjil) yang berisi beras dan uang.
Beras/uang tersebut merupakan salah satu prasyarat undangan terhadap belian yang ingin didatangkan oleh keluarga korban/yang mengalami sakit. Setelah ritual berayah/bebelian selesai biasanya keluarga korban juga memberikan sejumlah uang atau beras kepada belian yang bersangkutan sebagai ucapan terima kasih juga ada juga yang digunakan sebagai pekaras (syarat scr adat) agar pengobatan yang dilakukan oleh belian tersebut berhasil membuahkan kesembuhan terhadap korban yang sakit (mengasik; manjur).
ADAT MENYAPAT TAHUN DAYAK BERIAM
Ritual menyapat tahun biasanya dilaksanakan setiap tahun sekali setelah musim panen selesai dan akan dimulainya musim tanam kembali. Ritual ini biasanya dilaksanakan selama 3 (tiga) hari termasuk didalamnya gandang meminggan baras sebagai hari terakhir dilaksanakannya ritual tersebut. Bahan-bahan sebagai alat yang digunakan untuk melaksanakan ritual adapt tersebut terdiri dari nasi ketan (lakatan), tuak, beras biasa (baras padi karas), kuning hidup-hidupan, baras kuning, basi/pisau dan mangkok batu (mangkok kuno).
Pemimpin ritual adat untuk melaksanakan ritual tersebut biasanya berasal dari tokoh adat setempat (temanggung/temenggung, damung/demang, belian) dan dari tokoh masyarakat adapt sekitar yang diminta oleh para tokoh adat tersebut untuk mendampingi mereka. Masyarakat adat sendiri biasanya diminta untuk mengumpulkan beras (cupak baras) sebagai bentuk partisipasi adat yang nantinya akan mereka simpan dirumah setelah ritual adapt tersebut berakhir dan sebagian digunakan untuk melaksanakan ritual adat menyapat tahun tersebut.